Cabuli Anak Dibawah Umur, Mantan Sekdis Pariwisata Maluku Di Ancam 12 Tahun Penjara

Putih Bergaya Minimalis Photo Collage Galeri Musim Panas Ceria 1

EDITOR : REDAKSI

Ambon,Bedahnusantara.com: Anak merupakan anugerah yang tidak ternilai dari Yang Maha Kuasa, Oleh sebab itu perlindungan terhadap anak menjadi hal yang sangat penting.

Bacaan Lainnya

Akan tetapi hak perlindungan bagi anak tersebut tidak di indahkan oleh Mantan Sekretaris Dinas (Sekdis) Pariwisata Provinsi Maluku, Salmin Saleh, yang telah dengan tega dan biadap melakukan perbuatan Pelecehan dan Tindakan Kekerasan Seksual kepada Korban bernisial AKS (16 Tahun).

Kasus pencabulan dan Tindakan Kekerasan Seksual yang dilakukan oleh Mantan Sekretaris Dinas (Sekdis) Pariwisata Provinsi Maluku, Salmin Saleh akhirnya disidangkan.

Persidangan terhadap Terdakwa Salmin Saleh ini beragendakan pembacaan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Ambon Endang Anakoda, itu dipimpin Hakim ketua Martha Martimu didampingi dua hakim anggota lainnya saat sidang di Pengadilan Negeri Ambon, Pada Senin (6/1).

Dalam dakwaannya JPU Kejari Ambon, Endang Anakoda menyatakan Salmin Saleh merupakan tersangka dalam perkara dugaan kasus pencabulan terhadap korban AKS yang merupakan anak di bawah umur tepatnya usia 16 tahun berdasarkan kutipan akta kelahiran milik korban.

Mantan Sekdis Pariwisata itu didakwa karena telah dengan sengaja dan secara sadar melakukan tindakan Kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, terhadap Korban AKS.

Seperti yang di bacakan oleh JPU, Kejadian pelecehan dan Tindakan Kekerasan Seksual terhadap korban AKS, bermula pada hari Jumat tanggal 06 September 2024 di mana saat saksi korban pergi ke kantor Dinas Pariwisata Provinsi Maluku dan tiba di kantor sekitar pukul 07.00 wit, dan saksi korban langsung masuk ke dalam ruangan keuangan dimana saat saat itu keadaan kantor masih sepi karena bertepatan dengan HUT GPM sehingga pegawai yang beragama Kristen belum masuk kantor karena masih beribadah.

Setelah itu beberapa menit kemudian terdakwa datang ke ruangan saksi korban dan berkata “hii sunyi saja ee barang non muslim dong ada ibadah”, dan sambil mendekati saksi korban Terdakwa pun memegang dan mengelus pundak kiri saksi korban lalu terdakwa menurunkan tangannya ke bagian dada kiri saksi korban sambil meramasnya lalu terdakwa berkata “Pa Ramas Sadiki Seng Apa apa to?”.

Tak sampai disitu beberapa menit kemudian terdakwa datang dan memanggil saksi korban untuk masuk ke ruangannya, karena saksi korban merasa takut dan segan dengan terdakwa karena terdakwa mempunyai kedudukan sebagai Sekretaris Dinas dan selaku penanggung jawab yang juga membawahi Bidang Keuangan dimana saksi korban ditempatkan sebagai siswa magang di bidang tersebut, sehingga kemudian saksi korban mengikuti kemauan terdakwa dan ikut masuk ke dalam ruangan terdakwa dan ketika saksi korban sudah masuk dalam ruang terdakwa selanjutnya terdakwa kemudian menutup pintu ruangannya lalu menyuruh saksi korban untuk duduk di sofa ruangan terdakwa.

Setelah itu kemudian terdakwa mengeluarkan uang dari dompetnya sebesar Rp.50.000 kemudian memberikan kepada saksi korban akan tetapi saksi korban menolak uang yang diberikan terdakwa tetapi terdakwa berkata dengan nada memaksa “ambil saja seng apa apa par sarapan”

Bahwa akibat perbuatan Terdakwa Salmin Saleh alias Pak Sek membuat anak (korban AKS) merasa syok, takut dan trauma.

Bahwa korban anak AKS ini masih berusia 16 tahun sehingga korban masih merupakan anak sesuai dengan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, berdasarkan Kutipan Akta Kelahiran Nomor: 8172-LT-02072011-0016 tanggal 2 Juli 2011. menyatakan anak korban AKS lahir di Tual pada tanggal 26 Desember 2007

Terhadap hal itu oleh Kejari Ambon, terdakwa di dakwa dengan pasal 82 ayat 1 UU RI nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang undang nomor 1 tahun 2016, tentang perubahan kedua atas undang undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang undang atau pasal 6 huruf (c) undang undang nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual.

Usai mendengar pembacaan dakwaan JPU hakim kemudian menunda persidangan dan akan dilanjutkan pekan depan. (BN-Adm)

banner 300600

Pos terkait

Tinggalkan Balasan