DPRD Maluku Desak Evaluasi Tambang Wetar, Laipeny Sebut PT BTR Ingkari Janji Investasi

IMG 20250925 WA0006

 

 

AMBON, Bedahnusantara.com – Wakil Ketua Komisi II DPRD Maluku, Suanthie John Laipeny, melontarkan kritik keras terhadap PT Batutua Tembaga Raya (BTR) yang beroperasi di Pulau Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD). Ia menilai investasi tambang yang digadang-gadang mampu membawa kesejahteraan bagi masyarakat, justru lebih banyak menimbulkan masalah sosial, ekonomi, hingga lingkungan.

 

Laipeny menyebut, klaim perusahaan yang selama ini mempublikasikan kesejahteraan masyarakat Wetar hanyalah ilusi. Faktanya, hanya dua desa yakni Uhak dan Lurang yang merasakan dampak langsung, sementara desa-desa lain hidup dalam keterbatasan.

 

“Kalau benar mereka peduli, seharusnya tenaga kerja lokal lebih banyak terserap. Tapi yang terjadi, sebagian besar pekerja justru didatangkan dari Kupang. Masyarakat lokal hanya dapat sedikit kesempatan,” tegasnya dalam rapat bersama pemerintah daerah.

 

Laipeny juga menyoroti lemahnya kontribusi perusahaan terhadap pelayanan publik. Menurutnya, masyarakat Wetar masih menghadapi kesulitan kesehatan dan pendidikan.

 

“Kalau serius, bangun puskesmas yang layak supaya warga tidak perlu ke Timor Leste untuk berobat. Sektor pendidikan pun tidak jelas, mereka janji membantu sekolah tapi realisasinya hanya satu TK kecil yang dibangun,” ujarnya.

 

Di sisi lain, fasilitas pendukung tambang pun dikelola serampangan. Laipeny mencontohkan, tongkang patah yang dibiarkan begitu saja di pesisir tanpa penanganan, sementara dermaga baru dibangun tanpa kajian memadai.

 

Berdasarkan data resmi Pemkab MBD, PT BTR telah menyetor sekitar Rp62 miliar. Namun Laipeny menyebut, kontribusi pembangunan yang dirasakan masyarakat tidak sebanding dengan angka tersebut.

 

“Kalau benar Rp62 miliar masuk, mestinya ada Rp1-2 miliar per tahun yang bisa dinikmati masyarakat. Tapi kenyataannya, nyaris tidak ada,” jelasnya.

 

Lebih ironis lagi, menurut Laipeny, kebutuhan bahan bakar untuk operasional tambang justru dipasok dari NTT, bukan dari Maluku. “Ini jelas merugikan. BBM dibawa dari NTT, kantor perwakilan pun di Kupang. Maluku dapat apa? Mereka hanya titip satu orang perwakilan di sini,” tegasnya.

 

Selain itu, Laipeny menekankan ancaman pencemaran laut akibat konsentrat asam dari aktivitas tambang. Kajian akademisi dan cendekiawan MBD menunjukkan, jika kondisi ini terus dibiarkan, ekosistem laut berpotensi mati total dalam hitungan tahun.

 

“Kalau besi saja bisa rusak karena asam, apalagi laut. Jika air laut berubah warna, perikanan bisa lumpuh. Itu ancaman nyata bagi kehidupan masyarakat pesisir,” tandasnya.

 

Senada dengan Laipeny, anggota DPRD Maluku, Rofik Akbar Afifudin, menegaskan bahwa semua pihak bertanggung jawab memperjuangkan hak-hak masyarakat Wetar.

 

“Kita ada di sini untuk rakyat, bukan untuk perusahaan. Saya sepakat, jangan berhenti bersuara. Kalau perlu, sebut saja mereka dengan bahasa yang keras karena selama ini kita yang menerima akibat,” tegas Rofik.

 

DPRD Maluku bahkan membuka peluang untuk mengusulkan moratorium atau penutupan sementara tambang jika perusahaan terus mengabaikan tanggung jawab sosial dan merusak lingkungan. (BN Grace)

banner 300600

Pos terkait

Tinggalkan Balasan