Editor: Redaksi
SBB, Bedahnusantara.com: Dunia pendidikan mestinya menjadi salah satu zona terbaik dalam melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas, dalam segi Intelektual maupun karakter dan moralitas.
Akan tetapi hal tersebut sama sekali tidaklah terjadi pada dunia pendidikan di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), yang di lakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten SBB, lewar program pendidikan gratis pada Tahun Anggaran 2022.
Miris memang tapi inilah realitas penegakan hukum di Bumi Saka Mese Nusa, walaupun di sisi lain haruslah diakui dan diapresiasi bahwa sudah banyak prestasi dan sudah banyak pula uang Negara yang diselamatkan atas kerja keras Aparat Penegak Hukum (APH) di Kabupaten Seram Bagian Barat.
Hal tersebut katakanlah pada kasus kapal Cepat, Kasus Jalan Rumberu Manusa, Kasus Dana Tanggap Bencana, dan kasus-kasus pengelolaan Dana Desa dan kasus-kasus lain yang sementara berproses dengan tujuan terselenggara pengelolaan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.
Namun yang tidak kalah penting untuk di perhatikan dan di tindak lanjuti adalah terkait salah satu kasus terkait dengan Pengadaan Perlengkapan Siswa /Pakaian Gratis SD/MI, Senilai Rp. 2.368.259.000, dan Pengadaan Perlengkapan Siswa/Pakain Gratis SMP/MTs Senilai Rp. 2.293.273.447 Pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2022.
Berdasarkan Hasil Investigasi dan penelusuran oleh media Bedahnusantara.com pada sejumlah sumber di dapati fakta bahwa; kegiatan APH yang menangani kasus ini diawali dengan adanya publikasi pemberitaan pada sejumlah media Online terkait pernyataan PLT Kasi Intel Kejaksaan Negeri Piru bahwa ada pengaduan masyarakat terkait proses pengadaan Pakaian Gratis SD/Mi dan SMP/MTs yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis, dan Aparat Penegak Hukum (APH) Kejari Negeri Piru akan segera melakukan investigasi sebagai tindaklanjut Pengaduan.
Hanya saja terkait siapa yang melapor dan Standart apa yang dipakai sebagai acuan ke-tidak layakkan spesifikasi teknis tetap menjadi rahasia sampai hari ini. yang kemudian menimbulkan sejumlah pertanyaan dan opini publik bahwa ada yang tidak beres dalam Kegiatan Pengadaan Pendidikan Gratis ini.
Tidak sampai di situ saja Aparat Penegak Hukum (APH) Kejari Piru diketahui telah mulai bergerak mengumpulkan Informasi serta data dengan Mendatangi sejumlah Kepala-kepala Sekolah di beberapa titik yang telah ditentukan, yang kemudian mereka dikumpulkan di Kantor-kantor Camat; dari keterangan Beberapa kepala sekolah yang namanya enggan di publikasi menyatakan bahwa; terdapat sejumlah pertanyaan yang ditanyakan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) di antaranya ; Apakah Anak-anak menerima pakaian seragam sesuai dengan jumlah siswa ? umumnya para Kepala Sekolah menyatakan bahwa sesuai.
Selanjutnya mereka di tanyai juga perihal bagaimana Kwalitas dari barang-barang tersebut khususnya seragam Gratis yang diterima jika dibandingkan dengan yang sebelumnya; dan lagi -lagi para kepala sekolah menyatakan bahwa kwalitas tahun 2022 lebih baik dari tahun sebelumnya.
Hasil Investigasi APH ternyata di temukan ada sebanyak 300 siswa yang tidak Kebagian padahal target sasaran Untuk jenjang SD berkisar pada siswa kelas I Umur 6-7 tahun (Dapodik 2021) yang berjumlah 5.981 Orang dan terdiri dari ; laki-laki 3.069 orang dan perempuan 2.912 orang, sehingga di duga bahwa terdapat 0,05% adalah Human Error dalam distribusi karena faktor non teknis.
Usai melakukan pengumpulan Informasi ; Pihak Kejari Negeri Piru lewat PLT Kasih Intel Kejari Piru, menyampaikan kepada publik melalui media koran dan media Online bahwa ditemukan ada unsur Mark UP dalam Kegiatan Pendidikan Gratis dan Oleh Kasi Intelejen Kejari Piru di limpahkan ke Kasi Pidsus karena disimpulkan bahwa ada unsur perbuatan melawan hukum dengan Mark UP.
Pihak APH Kejari Piru kemudian diketahui telah mulai melakukan pemanggilan terhadap para pengelola kegiatan dimulai dengan pemanggilan Kasubag Perencanaan, Bendahara Barang/Pengurus Barang dan Bendahara Pengeluaran , subjek perkara tidak lagi ke Spesifikasi teknis sesuai laporan masyarakat, tetapi dituduhkan ke Mark UP Harga Sejak Perencanaan Kegiatan.
Padahal pada Prosesnya terdapat sejumlah mekanisme yang mesti di lalui seperti’; Perencanaan Kegiatan ini diawali dengan Survey Harga di Pasar-pasar Kabupaten oleh Pengurus Barang/Bendahara Barang sesuai item pendidikan Gratis Sebagaimana tercantum dalam keputusan Bupati.
Selanjutnya, dari Hasil Survey Harga kemudian diratakan untuk diajukan ke BPKAD untuk di masukan dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati Seram Bagian Barat dalam bentuk Standard Satuan Harga (SSH) yang ditandatangani pada November 2021 untuk SSH tahun 2022 yang kemudian menjadi acuan dalam penentuan harga pada Penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) SKPD tahun 2022.
Sehingga pada Tahapan Perencanaan Kegiatan dan Anggaran Tahun 2022 dilakukanlah perencanaan oleh KPA yang mendelegasikan kewenangan kepada Kepala Sub. Bagian Perencanaan dan Keuangan bersama team untuk melakukan kegiatan ini, bahwa akun SIPD dan Password adalah A.n KPA dikuasakan kepada Kasubag Perencanaan sebagai operator/Admin untuk pengimputan RKA Dinas menurut skala prioritas sesuai Renstra Dinas .
Setelah itu RKA dimaksud kemudian diajukan kepada Team Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang terdiri dari; Kepala Keuangan, Kepala Badan Perencanaan Daerah dan Sekretaris Daerah Sebagai Ketua. Untuk kemudian dikaji dan dijadikan Dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA & PPAS) untuk di bahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang kemudian menjadi Dokumen APBD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Untuk diketahui, Kegiatan seragam gratis merupakan merupakan salah satu kegiatan prioritas dari Renstra Dinas Pendidikan tahun 2020 s/d 2025 sesuai dengan Peraturan Daerah SBB No.4 tahun 2011 yang sampai dengan hari ini belum dicabut yang pada salah satu pasalnya mewajibkan pemerintah Daerah menyediakan anggaran pada APBD untuk kegiatan pendidikan gratis.
Menyikapi hal itu Pihak Kejari SBB di Piru kemudian menyampaikan bahwa kegiatan pengadaan Seragam Gratis bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2022 tentang pakaian Seragam, yang salah satu pasalnya mewajibkan orang tua siswa menyediakan seragam bagi peserta didik.
Akan tetapi pada faktanya kontrak kegiatan pengadaan seragam gratis SD/MI dan SMP/MTs ditandatangani Maret 2022 dan telah dikerjakan sementara Peraturan Menteri baru ditandatangani per September 2022, bahwa Dinas Pendidikan sengaja dibenturkan dengan peraturan yang belum berlaku saat kegiatan ini dikerjakan, dan hal ini kemudian menimbulkan dugaan dan kecurigaan bahwa ada maksud terselubung yang coba di rancang oleh APH Kejari SBB di Piru.
Tidak sampai di situ, Pihak Aparat Penegak Hukum (APH) Kejari Piru bahkan mengeluarkan pernyataan bahwa ada indikasi Mark Up pada tahap perencanaan awal, sehingga tentunya akan melibatkan bukan Saja Kepala Dinas yang sementara menjabat, tetapi Kadis yang terlibat dalam perencanaan awal dan karena tidak terbukti subjek perkara kemudian digugurkan dan dicari alasan baru, dengan hitungan sendiri APH Kejari SBB di Piru telah menetapkan kerugian Negara sebesar kurang lebih 1,5 M dan diumumkan ada potensi kerugian Negara sebesar itu pada masyarakat melalui media Online dan kemudian menaikkan status perkara ini dari penyelidikan ke Penyidikan tanpa menentukan tersangka.
Pada Tahapan ini publik kembali digiring opininya melalui rilis oleh Plt Kasi Intel Kejari SBB bahwa dengan adanya potensi kerugian Negara 1,5 maka dalam waktu dekat akan ditetapkan Tersangka. Yang kemudian APH Kejari SBB melakukan langlah pemanggilan sejumlah oknum dalam status saksi untuk sangkaan perkara korupsi pengadaan seragam gratis SD/MI dan SMP/MTs tahun 2022 pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Seram Bagian Barat.
Ternyata, mereka yang dipanggil tidak saja diperiksa dalam batasan kewenangan Jaksa sebagaimana diatur oleh Undang-undang tetapi lebih banyak di duga terjadi tindakan intimidasi dan penekanan secara Psikologi untuk membenarkan apa yang dilakukan oleh APH Kejari Piru, atau apa yang telah terlanjur di sampaikan oleh pihak APH Kejari SBB kepada publik.
Mereka yang diperiksa pada tahapan ini di antaranya; Pihak Rekanan (Kontraktor) dan Pelaksana Kegiatan dari Pihak Rekanan (Kontraktor), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pengendali Teknis Kegiatan (PPTK), Kepala ULP, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kepala BPKAD, Bendahara Penerimaan dan Pengeluaran Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Bendahara Barang, Pejabat Penata usahaan Keuangan (PPK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kepala Inspektorat Kabupaten SBB dan perkara yang disangkakan adalah korupsi dengan potensi kerugian Negara 1,5 Milyard.
Menurut pihak APH Kejari SBB, Kerugian Negara sebesar 1,5 Milyard ini terjadi di antaranya akibat dari; Pihak Pelaksana Kegiatan milik Pihak rekanan (Kontraktor) dianggap tidak berhak untuk melakukan kegiatan dimaksud, sebab seharusnya direktur perusahaan (Pihak Kontraktor) yang menandatangani proses tersebut dan bukan orang lain yang dikuasakan berdasarkan kesepakatan internal antara pihak Rekanan (Kontraktor) dengan pelaksana kegiatan pihak Rekanan (Kontraktor).
Selain itu, pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dianggap lalai karena membiarkan berbagai kelemahan teknis yang umumnya terjadi karena kondisi non teknis di antaranya barang terlambat tiba dari tempat asal pengadaan ke gudang pihak Rekanan (Kontraktor).
Sebab pihak PPTK dianggap lalai dikarenakan adanya bukti administrasi yang belum jelas misalnya Bill Pembayaran Chargo atau ekspedisi dan Biaya Distribusi yang belum tersaji oleh pihak rekanan (Kontraktor) dan Pelaksana Kegiatan Pihak Rekanan (Kontraktor), bahkan sampai pada tindakan pinjam pakai/Sewa gudang turut dipersoalkan oleh APH Kejari SBB di Piru.
Akan tetapi pada kenyataannya Konsistensi APH Kejari SBB dalam menentukan subjek perkara dugaan korupsi yang disangkakan kini mulai diragukan sebab ada dugaan proses ini terkesan di paksaan dikarenakan adanya arahan dari pihak tertentu.
Hal tersebut terlihat pada kondisi Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang di sinyalir dengan sengaja dijadikan Target Operasi oleh APH Kejari SBB dengan tuduhan sengaja mengarahkan pemenang dan melalaikan kewenangan; padahal pada faktanya Pendelagasian Kewenangan PA/KPA terkait pelaksanaan kegiatan ini begitu jelas tertuang dalam Keputusan Kepala Dinas dengan memberikan kuasa kepada PPK dan PPTK untuk melakukan kendali teknis maupun kendali Administrasi dan Keuangan, di antaranya ; Kontrak ditandatangani oleh PPK dan Pihak Rekanan (Kontraktor), selain itu RAB, HPS ditandatangani oleh PPK, SPM diajukan oleh PPK dan ditandatangani oleh KPA setelah dilakukan Review bersama APIP, Validasi dan ditandatangani oleh PPTK, Bendahara Pengeluaran dan Pejabat Penata usahaan Keuangan (PPK) Dinas, dalam konteks ini kewenangan yang diberikan bagi setiap penyelenggara dengan tupoksi adalah jelas sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga unsur melalaikan tidak terpenuhi.
Disisi lain Pihak Rekanan (Kontraktor) yang memenangkan proses lelang pakaian Gratis ini kemudian diperintahkan oleh APH Kejari Piru untuk mengembalikan fee komit yang diterima dari pelaksana kegiatan (AP) sebesar RP.85.000.000,-(yang kemudian dijadikan alat Bukti Korupsi) sehingga dia bisa terlepas dari tuntutan dalam perkara ini, karena kebetulan Dia (pihak Kontraktor) adalah Famili dari Yudi, petugas Pokja saat lelang Paket ini (yang menurut informasi juga yang bersangkutan (Yudi) adalah orang yang di duga mendesain penawaran paket ini pada saat dilelangkan di LPSE) sebab saat ini yang bersangkutan juga menjabat sebagai Kepala LPSE SBB sekaligus PLT kepala BPKAD SBB.
Tidak sampai di situ, perihal pinjam pakai perusahaan juga turut di jadikan dalil oleh pihak APH Kejari SBB, padahal semestinya urusan pinjam pakai perusahaan adalah urusan pihak Rekanan (Kontraktor). Sehingga ketika ada alibi bahwa dengan alasan tidak menandatangani dokumen Permohonan pencairan uang (SPM), maka pihak Rekanan (Kontraktor) dapat atau ingin melepaskan diri dari kasus ini.
Padahal berdasarkan fakta, semua uang yang dicairkan telah masuk ke rekening perusahaan dan dicairkan dengan sadar dan pada proses ini oleh pihak Rekanan (Kontraktor) sehingga tidak mungkin menggunakan Specimen tanda tangan, tapi karena ada dugaan kasus ini telah diarahkan oleh APH Kejari SBB maka pihak Rekanan (Kontraktor) mengambil langkah itu; dalam kondisi ini maka semakin jelas terlihat bahwa ada indikasi Pihak Rekanan (Kontraktor) ingin dilepaskan oleh Pihak APH Kejari SBB dan kemudian akan ada pihak yang ditargetkan untuk dikriminalisasi sebagai ganti pihak Rekanan (Kontraktor).
Maka dengan bekal kenaikan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan berdasarkan indikasi potensi kerugian Negara berdasarkan hitungan sendiri ( Mengabaikan Hasil Pemeriksaan BPK dan Temuan yang telah direkomendasikan).
Sebab menurut oknum APH Kejari SBB Pemeriksaan atau Audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu tidak Benar dan diragukan); Maka APH Kejari SBB mulai menggiring opini Publik dengan melakukan langkah Penggeledahan Dokumen dan Barang Bukti Lain pada Dinas Pendidikan Kabupaten SBB, dengan menghadirkan sejumlah wartawan;
Penggeledahan ini di buktikan dengan membawa keluar koper dan dua box plastic berukuran besar dari dalam Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan SBB, padahal setelah di telusuri, ternyata penggeledahan tersebut tidak menghasilkan dokumen yang baru guna pengembangan kasus tersebut, sebab setiap kali pemanggilan saksi pada tahap penyelidikan, para saksi selalu diminta membawa dokumen.
Sehingga hal dalam konteks ini, semakin jelas terlihat bahwa adanya dugaan skenario yang disiapkan oleh APH Kejari SBB, yang kemudian membuat masyarakat semakin muak dan tidak percaya kepada lembaga ini walaupun dengan berbekal surat perintah penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri Dataran Hunipopu.
Setelah melakukan penggeledahan Dokumen pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan SBB, yang ternyata kosong dan hanya berisi beberapa dokumen, yang ternyata sudah ada ditangan mereka, namun kepada para saksi dokumen dan data-data tersebut kembali diminta ulang.
Bahkan APH Kejari SBB kemudian melanjutkan langkah penggeledahan dan penyitaan ke tempat penyimpanan Barang persediaan Pendidikan Gratis Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, pada SD Kristen Morekau dan Menyita Barang Persediaan Sisa Pendidikan Gratis Tahun 2022, yang sudah tentu telah diperiksa sebelumnya oleh APIP dan BPK. Sebab semua barang tersebut telah tercatat secara resmi sebagai data pada Daftar Persediaan barang yang dikelola dan disimpan oleh Bendahara Barang.
Bahkan lagi-lagi proses penggeledahan ini kemudian dipublikasikan melalui media Online dan TV digital untuk semakin heboh. Dan inilah yang diharapkan oleh APH Kejari SBB, sehingga akan terbentuk opini seakan-akan ada mega korupsi di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Seram Bagian Barat tahun 2022.
Tidak hanya itu, dengan didasarkan pada hitungan sendiri sesuai dengan fakta yang diungkapkan di atas, pihak APH Kejari SBB kemudian mengundang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Maluku untuk melakukan Audit Investigasi terkait dengan Kegiatan Pengadaan Seragam Gratis. yang mana kegiatan tersebut dilakukan di kantor Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat di Piru.
Hal ini kemudian menimbulkan fakta baru yang agak mengundang sejumlah kejanggalan dan pernyataan, sebab hasil Identifikasi dari proses tersebut, di dapati fakta bahwa;
Pelaksanaan Audit investigasi oleh BPKP Provinsi Maluku dilakukan pada tempat yang tidak netral, hal ini dikarenakan lewat gambaran peristiwa dan fakta di atas telah jelas terlihat bahwa ada keinginan kuat APH Kejari SBB di Piru untuk memaksakan atau men-tersangkakan orang atau pihak tertentu dalam perkara ini, dan dari berbagai sumber yang berhasil kami himpun, tindakan ini dilakukan sesuai dengan arahan pihak tertentu, dan BPKP juga terkesan terseret dalam persoalan ini.
Fakta lainnya adalah bahwa subjek Perkara yang tadinya Mark Up dan Pemenangan tender yang diatur digugurkan, karena para pihak tersebut memiliki keterkaitan dengan orang-orang yang dekat dengan kekuasaan saat ini. Sehingga kemudian kasus ini di belokan menjadi hitungan real cost dengan membandingkan Nota / Laporan Belanja Pihak Kontraktor (Pelaksana Kegiatan Kontraktor) dengan Nilai SP2D yang diterbitkan oleh Keuangan pada saat pencairan anggaran untuk menentukan kerugian Negara.
Yang kemudian hal tersebut di duga akan dipakai oleh pihak APH Kejari SBB untuk mentersangkakan Target Operasi yang sudah diarakan sejak semula oleh Penguasa kepada APH Kejari SBB.
Bahkan di sisi lain, keterlibatan pihak BPKP Perwakilan Provinsi Maluku dalam pusaran scenario oleh APH Kejari SBB pada Konteks ini, semakin mempertegas bahwa; Hukum Bisa dibeli dan diatur-atur.
Hal ini berdasarkan sejumlah fakta hasil Investigasi dan Penelusuran Media ini, serta pengakuan sejumlah orang dengan disertai bukti. dan semua itu telah kami kantongi, untuk nantinya tinggal dibeberkan di Publik untuk menerangkan betapa rusaknya proses-proses penegakan hukum di Negeri Saka Mese Nusa ini, yang bukannya di pakai untuk untuk memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat, akan tetapi malah di pergunakan sebagai alat kekuasaan.
Sampai dengan berita ini dipublikasikan, ternyata ada fakta lainnya yakni, adanya hutang pihak Pemerintah Daerah SBB kepada pihak pelaksana pengadaan Seragam Gratis, sebanyak urang lebih 670.000.000 atau sebesar 15% dari nilai kontrak.
Akan tetapi oleh pihak APH Kejari SBB, malaf dengan berani menjadikannya sebagai perkara korupsi, sehingga Kuat dugaan bahwa pihak APH Kejari SBB sengaja ingin menghilangkan Utang dalam kerjasama dengan Pihak Penguasa SBB dan tentunya hal ini akan merugikan pihak Rekanan atau Kontraktor.
Sehingga publik masih menantikan apakah dalam waktu dekat APH Kejari SBB akan men-tersangkakan orang-orang tertentu karena status perkara ini telah naik dari status Penyelidikan ke Penyidikan, dan seperti apa nantinya sikap dari Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku dalam mencermati hal ini dan bahkan akan menentukan sikap seperti apa, terhadap tindakan yang dilakukan oleh anak buahnya di SBB.(BN-08)